4. Manusia di mana saja, Tak ada yang sempurna
Di Jepang pun tidak beda. Mungkin masih mengantuk karena pagi, jadi salah menyebutkan Nama Stasiun Kereta Api.
Tanggal 4 Juli 2014 mau ke bandara Narita internasional naik kereta Access Express Tokyu Line / Keisei Line dari stasiun Takasago jam 08:15. Dari stasiun tersebut stasiun selanjutnya seharusnya Higashi Matsudo (eki).
Tiba di Higashi Matsudo sebelum kereta berangkat kembali, diumumkan stasiun berikut adalah Takasago. Lah? Kok balik lagi bagaimana sih? Apa saya salah kereta api?
Mengetahui salah ucap, sang kondektur kereta api langsung mengoreksi Pengumuman.
Segera diucapkanlah Shin Kamagaya (eki). Kemudian jam 08:19 berangkat dari Higashi Matsudo ke Shin Kamagaya.
Setelah koreksi tentu saja Petugas mengucapkan permintaan maaf "shitsureishimashita".
Permintaan maaf di dalam Kereta Api di Jepang lebih dalam lagi diucapkan seharian apabila Kereta Api terlambat berangkat, misalnya gara-gara ada kecelakaan.
Dari pagi sampai malam permintaan maaf diucapkan di dalam kereta yang terlambat karena ini dan itu.
Terlalu halus sekali, sehingga kesal juga, "Sudah lah, itu kan kecelakaan pagi, masak sampai sore minta maaf terus-menerus? Bagi yang mau istirahat di dalam kereta juga mungkin jadi berisik karena adanya pengumuman itu berkali-kali.
Bagi Petugas pun mungkin kesal juga dan capek nengumumkan permintaan maaf berkali-kali hal tersebut. Apa boleh buat, karena kerja dan sistem prosedur yang ada demikian, ya harus dilakukan.
Inilah Jepang. Semua harus tetap dijalankan, dipatuhi, apabila peraturan ketentuan telah ditetapkan Perusahaan. Tidak ada kaitan senang tidak senang apalagi rasa kasihan. Jauh dari hal terkait perasaan di lapangan, kalau sudah namanya aturan, ya harus dijalankan apa pun dampaknya. Kaku? Mungkin saja. Tapi manusia terkadang harus mengikuti semua kekakuan tersebut agar semua tertata rapi, karena peraturan dibuat oleh sekelompok manusia itu sendiri dengan tujuan "melancarkan" proses kehidupan tentunya.
[Tulis Komentar]
3. Orang Gunma Disangka Orang Myanmar
Tipografi, raut muka manusia kadang sulit ditebak. Hari ini 26 Juni 2014 ada percakapan menarik antara orang Jepang dengan pihak polisi Jepang di Tokyo. Orang Jepang itu agak hitam seperti orang Indonesia. Polisi menyetopnya, "Anda berasal darimana?", dijawab, "Gunma". Kuping polisi mungkin salah dengar, maka direspons, "O, Myanmar. Ada ID Card (gaikokutorokusho=KTP)?" Dijawab si Jepang "Tak ada".
Langsung polisi kaget, "Kamu harus bawa selalu ID Card ya. Sekarang ikut saya ke pos polisi." Tiba di pos polisi (Koban), polisi langsung meminta si Jepang keluarkan dompetnya memperlihatkan ID Card yang dia bawa. "Kamu orang asing dari Myanmar harus bawa selalu ID Card ya," papar polisi.
Orang Jepang itu mengeluarkan SIM (kartu mengemudi) nya, "Lha, kok nama Jepang, kamu orang Jepang?" tanya polisi. "Iya saya orang Jepang." "Tadi kok bilang dari Myanmar?" tanya polisi. "Tidak, saya bilang dari Gunma dan memang kebetulan baru pulang dari Myanmar sehingga jadi agak hitam begini. Jadi saya pikir, hebat juga pak polisi bisa tahu saya dari Myanmar," kata si orang Jepang. "Ya sudah maaf ya, saya kira orang asing tadinya," ungkap polisi sambil minta maaf dan keduanya akhirnya tertawa.
[Tulis Komentar]
2. Orang Jepang Tak Mengerti Alfabet
Kenyataan, Senin, 16 Juni 2014, jam 12:00 waktu Tokyo, saat mengirimkan kartupos ke Indonesia, sudah menuliskan semua alamat lengkap. Termasuk nama Indonesia ditulis alfabet. Setelah itu ditulis dengan karakter katakana "Indonesia" dituliskan paling bawah. Petugas kantorpos wanita sudah lihat dan baca alamat pengirim dan yang alamat yang akan disampaikan di Indonesia. Tapi kemudian bertanya, "Suydah tulis nama Indonesia belum di kartupos itu?" Dalam hati saya, "Wah, benar-benar orang Jepang tak bisa membaca alfabet ya." Lalu saya menunjukkan tulisan "Indonesia" dengan alfabet tersebut dan dia pun tersenyum, mungkin malu, ketahuan tak bisa baca alfabet.
[Tulis Komentar]
1. Sigapnya Petugas Pemadam Kebakaran Tokyo
Tiga puluh menit lewat tengah malam waktu Tokyo, sudah masuk tanggal 16 Juni 2014 (jam 00:30), tiba-tiba bunyi alarm kencang berdering.
Ternyata ada kebakaran di rumah sebelah, tetangga penulis. Semua orang ke luar rumah, dan segera ada yang panggil mobil pemadam kebakaran. Penulis deg-degan juga, kalau api meluas, rumah bisa ikut terseret terbakar gara-gara tetangga.
Ternyata semua itu segera tertangani dengan baik. Lima menit setelah menelpon pemadam kebakaran, langsung datang dengan tiga mobil pemadam kebakaran plus dua unit mobil ambulance dan tiga mobil penuh polisi untuk pengamanan.
Ini semua bukan latihan tetapi kenyataan sesungguhnya dialami Penulis.
Pemadam kebakaran segera membongkar rumah yang terbakar, menyemprotkan dan memadamkan api. Ternyata selang pemadam kebakaran pun ada yang bocor dan sempat menyemprot wajah Penulis.
"Ada juga selang yang bocor rupanya," kata petugas itu.
Tapi dengan cepat dan sigap para petugas pemadam kebakaran memperbaiki dan dengan cepat pula sekitar 5 menit api sudah dipadamkan.
Polisi pun mulai bergerak melakukan penelitian kira-kira apa penyebabnya. Diduga kelalaian penghuni rumah yang lupa mematikan api dapur sementara ke luar sebentar untuk sesuatu hal.
Begitu cepat tanggap dan sangat sigap penanganan pihak pemadam kebakaran, Tokyo, ambulance dan polisi, benar-benar terintegrasi jadi satu sehingga semua permasalahan teratasi dengan cepat.
Selesai dan tenang kembali setelah dua jam, baru sekitar jam 3 pagi, Senin (16/6/2014) akhirnya Penulis bisa tidur nyenyak. Satu pelajaran dan pengalaman langsung yang sangat menarik di negeri Sakura ini. [Tulis Komentar]
|